Minggu, 28 April 2013

Permenkes RI


PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 028/MENKES/PER/2011
TENTANG KLINIK


Menimbang :

    Bahwa perkembangan penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan semakin kompleks baik dari segi jumlah, jenis maupun bentuk pelayanannya
    Bahwa klinik sebagai salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan dibutuhkan untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan yang mudah diakses, terjangkau dan bermutu dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
    Bahwa Peraturan Menten Kesehatan Nomor 920/Menkes/Per/XII /1986 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran serta otonomi daerah
    Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Klinik


Mengingat :

    Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431)
    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerinta.han Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 44371, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844)
    Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 114, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038)
    Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
    Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637)
    Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten lKota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 8737)
    Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044)
    Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/III/2003 tentang Laboratorium Kesehatan
    Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/Per/X/2007 Tentang lzin Praktik Dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran
    Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 / Menkes / Per/ III / 2008 tentang Rekam Medis
    Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/Per/ III / 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran:
    Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 657/Menkes/Per/VIIII\/2009 tentang Pengiriman dan Penggunaan Spesimen Klinik, Materi Biologik dan Muatan Informasinya
    Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 411 / Menkes / Per /III/2 010 tentang Laboratorium Klinik
    Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144 /Menkes/Per/VIII/20I0 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan



MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG KLINIK.



BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

    Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis.
    Tenaga medis adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi atau dokter gigi spesialis.
    Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
    Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.



BAB II

JENIS

Pasal 2

    Berdasarkan jenis pelayanannya, klinik dibagi menjadi Klinik Pratama dan Klinik Utama.
    Klinik Pratama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar.
    Klinik Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik.
    Klinik Pratama atau Klinik Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat mengkhususkan pelayanan pada satu bidang tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit tertentu.
    Jenis Klinik Pratama atau Klinik Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) serta pedoman penyelenggaraannya ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 3

Klinik dapat diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah atau masyarakat.

Pasal 4

    Klinik menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
    Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk rawat jalan, one day care, rawat inap dan/atau home care.
    Klinik yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 24 (dua puluh empat) jam harus menyediakan dokter serta tenaga kesehatan lain sesuai kebutuhan yang setiap saat berada di tempat.

Pasal 5

    Kepemilikan Klinik Pratama yang menyelenggarakan rawat jalan dapat secara perorangan atau berbentuk badan usaha.
    Kepemilikan Klinik Pratama yang menyelenggarakan rawat inap dan Klinik Utama harus berbentuk badan usaha.



BAB III

PERSYARATAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 6

Klinik harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan dan ruangan, prasarana, peralatan, dan ketenagaan.



Bagian Kedua

Lokasi

Pasal 7

    Lokasi pendirian klinik harus sesuai dengan tata ruang daerah masingmasing.
    Pemerintah daerah kabupaten/kota mengatur persebaran klinik yang diselenggarakan masyarakat di wilayahnya dengan memperhatikan kebutuhan pelayanan berdasarkan rasio jumlah penduduk.
    Ketentuan mengenai lokasi dan persebaran klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku untuk klinik perusahaan atau kiinik instansi pemerintah tertentu yang hanya melayani karyawan perusahaan atau pegawai instansi pemerintah tersebut.



Bagian Ketiga

Bangunan dan Ruangan

Pasal 8

    Klinik diselenggarakan pada bangunan yang permanen dan tidak bergabung dengan tempat tinggal atau unit kerja lainnya.
    Bangunan klinik harus memenuhi persyaratan lingkungan sehat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Bangunan klinik harus memperhatikan fungsi, keamanan, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang usia lanjut.

Pasal 9

Bangunan klinik paling sedikit terdiri atas:

    ruang pendaftaran/ruang tunggu;
    ruang konsultasi dokter;
    ruang administrasi;
    ruang tindakan;
    ruang farmasi;
    kamar mandi/wc;
    ruangan lainnya sesuai kebutuhan pelayanan.



Bagian Keempat

Prasarana

Pasal 10



    Prasarana klinik meliputi:
        instalasi air;
        instalasi listrik;
        instalasi sirkulasi udara;
        sarana pengelolaan limbah;
        pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
        ambulans, untuk klinik yang menyelenggarakan rawat inap; dan
        sarana lainnya sesuai kebutuhan.
    Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan baik.



Bagian Kelima

Peralatan

Pasal 11

    Klinik harus dilengkapi dengan peralatan medis dan nonmedis yang memadai sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan.
    Peralatan medis dan nonmedis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar mutu, keamanan, dan keselamatan
    Selain memenuhi standar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) peralatan medis harus memiliki izin edar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 12

Peralatan medis yang digunakan di klinik harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi penguji dan pengkalibrasi yang berwenang.

Pasal 13

Peralatan medis yang menggunakan radiasi pengion harus mendapatkan izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14

Penggunaan peralatan medis untuk kepentingan penegakan diagnosis, terapi dan rehabilitasi harus berdasarkan indikasi medis.



Bagian Keenam

Ketenagaan

Pasal 15

    Pimpinan Klinik Pratama adalah seorang dokter atau dokter gigi.
    Pimpinan Klinik Utama adalah dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang memiliki kompetensi sesuai dengan jenis kliniknya.
    Pimpinan klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan penanggung jawab klinik dan merangkap sebagai pelaksana pelayanan.

Pasal 16

Ketenagaan klinik terdiri atas tenaga medis, tenaga kesehatan lain dan tenaga non kesehatan.

Pasal 17

    Tenaga medis pada Klinik Pratama minimal terdiri dari 2 (dua) orang dokter dan/atau dokter gigi.
    Tenaga medis pada Klinik Utama minimal terdiri dari 1 (satu) orang dokter spesialis dari masing-masing spesialisasi sesuai jenis pelayanancyang diberikan.
    Klinik Utama dapat mempekerjakan dokter dan/atau dokter gigi sebagai tenaga pelaksana pelayanan medis.
    Dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memiliki kompetensi setelah mengikuti pendidikan atau pelatihan sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan oieh klinik.
    Jenis, kualifikasi, dan jumlah tenaga kesehatan lain serta tenaga non kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis pelayanan yang diberikan oleh klinik.

Pasal 18

    Setiap tenaga medis yang berpraktik di klinik harus mempunyai Surat Tanda Registrasi dan Surat lzin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Setiap tenaga kesehatan lain yang bekerja di klinik harus mempunyai Surat Izin sebagai tanda registrasi/Surat Tanda Registrasi dan Surat lzinKerja (SIK) atau Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 19

Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di klinik harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi, menghormati hak pasien, mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien.

Pasal 20

Klinik dilarang mempekerjakan tenaga kesehatan warga negara asing.



BAB IV

PERIZINAN

Pasal 21

    Untuk mendirikan dan menyelenggarakan klinik harus mendapat izin dari pemerintah daerah kabupaten/kota setelah mendapatkan rekomendasi dari dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.
    Dinas kesehatan kabupaten /kota mengeluarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah klinik memenuhi ketentuan persyaratan klinik dalam Peraturan ini.
    Izin klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan perpanjangan 6 (enam) bulan sebelum habis masa berlaku izinnya.
        surat rekomendasi dari dinas kesehatan setempat;
        salinan/fotokopi pendirian badan usaha kecgali untuk kepemilikan perorangan;
        identitas lengkap pemohon;
        surat keterangan persetujuan lokasi dari pemerintah daerah seternpat;
        bukti hak kepemilikan atau penggunaan tanah atau izin penggunaan bangunan untuk penyelenggaraan kegiatan bagi milik priuaai atau surat kontrak minimal selama 5 {lima) ta-hun bagi yang menyewa bangunan untuk penyelenggaraan kegiatan ;
        dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL);
        profil klinik yang akan didirikan meliputi struktur organisasi kepengurusan, tenaga kesehatan, sarana dan prasarana, dan peralatan serta pelayanan yang diberikan; dan
        persyaratan administrasi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
        aaaaa
        aaaaa
    Pemerintah daerah kabupaten lkota, dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima harus menetapkan menerima atau menolak permohonan izin atau permohonan perpanjangan izin.
    Permohonan yang tidak memenuhi syarat ditolak oleh pemerintah daerah kabupaten lkota dengan memberikan alasan penolakannya secara tertulis.



BAB V

PENYELENGGARAAN

Pasal 22

    Klinik yang menyelenggarakan pelayanan rawat inap harus menyediakan :
        ruang rawat inap yang memenuhi persyaratan;
        tempat tidur pasien minimal 5 {lima) dan maksimal 10 {sepuluh);
        tenaga medis dan keperawatan yang sesuai jumlah dan kualifikasinya;
        tenaga gizi, tenaga analis kesehatan, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan dan/atau tenaga non kesehatan lain sesuai kebutuhan:
        dapur gizi;
        pelayanan laboratorium Klinik Pratama.
    Pelayanan rawat inap hanya dapat dilakukan maksimal selama 5 (lima) hari.

Pasal 23

    Klinik dapat menyelenggarakan pelayanan laboratorium klinik.
    Perizinan laboratorium klinik terintegrasi dengan perizinan kliniknya.
    Apabila laboratorium klinik memiliki sarana, prasarana, ketenagaan dan kemampuan pelayanan melebihi kriteria dan persyaratan klinik pratama maka laboratorium klinik sebagaimana dimaksud pada ayat {1) harus memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
    Persyaratan laboratorium klinik meliputi ketenagaan, bangunan, peralatan, dan kemampuan pemeriksaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 24

    Klinik menyelenggarakan pengelolaan dan pelayanan kefarmasian melalui ruang farmasi yang dilaksanakan oleh apoteker yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk itu.
    Apabila klinik berada di daerah yang tidak terdapat apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelayanan kefarmasian dapat dilaksanakan oleh tenaga teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Ruang farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat melayani resep dari tenaga medis yang bekerja di klinik yang bersangkutan.

Pasal 25

Dalam memberikan pelayanan, klinik berkewajiban :

    memberikan pelayanan yang aman, bermutu dengan mengutamakan kepentingan terbaik pasien sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional;
    memberikan pelayanan gawat damrat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya tanpa meminta uang muka terlebih dahulu atau mendahulukan kepentingan finansial;
    memperoleh persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan (informed consent);
    menyelenggarakan rekam medis ;
    melaksanakan sistem rujukan;
    menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan;
    menghormati hak-hak pasien;
    melaksanakan kendali mutu dan kendali biaya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan ;
    memiliki peraturan internal dan standar prosedur operasional;
    melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional.

Pasal 26

Penyelenggara klinik wajib:

    Memasang papan nama klinik;
    Membuat daftar tenaga medis dan tenaga kesehatan lain yang bekerja di klinik beserta nomor Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik (SIP) bagi tenaga medis dan surat izin sebagai tanda registrasi atau Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) atau Surat lzin Kerja (SIK) bagi tenaga kesehatan lain;
    Melaksanakan pencatatan untuk penyakit-penyakit tertentu dan melaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan program pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.



Pasal 27

    Besarnya tarif pelayanan klinik berpedoman pada komponen jasa pelayanan dan jasa sarana.
        jasa konsultasi;
        jasa tindakan;
        jasa penunja.tg medik;
        biaya pelayanan kefarmasian;
        ruang perawatan (untuk rawat inap);
        administrasi; atau
        komponen lainnya yang menunjang pelayanan.

    Komponen jasa pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    Tarif atas jasa sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan biaya penggunaan sarana dan fasilitas klinik, akomodasi, sediaan farmasi, bahan dan/atau alat kesehatan habis pakai yang digunakan dalam rangka pelayanan.
    Besarnya biaya masing-masing komponen ditentukan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persen dari biaya lainnya.



BAB VI

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 28

    Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pengawasan.
    Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah dan pemerintah daerah dapat mengikutsertakan organisasi profesi.
    Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala risiko yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan atau merugikan masyarakat.
    Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa pemberian bimbingan, supervisi, konsultasi, pendidikan dan pelatihan dan kegiatan pemberdayaan lain.

Pasal 29

    Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing dapat mengambil tindakan administratif.
    Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui :
    Number
        teguran lisan;
        teguran tertulis; atau
        pencabutan izin.



Pasal 30

    Menteri atau kepala dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota dalam melaksanakan tugasnya dapat mengangkat tenaga pengawas dengan tugas pokok untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan klinik.
    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 31

Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, maka semua fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan medis dasar atau spesialistik berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/Menkes/Per/XII/1986 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik, harus disesuaikan dengan Peraturan ini dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2 (dua) tahun.



BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 32

Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/Menkes/Per/XII /1986 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 33

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal di tetapkan.



Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 4 Januari 2011

MENTERI KESEHATAN,



ttd



ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH



Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 10 Januari2010

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,



PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 16



1 komentar: